Oleh: Diakon Dion Juang, MI
(Dok. Pribadi)
Percaya Kepada Kristus berarti siap meninggalkan Zona Nyaman dalam Hidup.
(Matius 17-1-9)
Sebelum mulai tugas dan perutusan-Nya, Yesus mengajak tiga murid-Nya (Petrus, Yohanes dan Yakobus) naik ke atas Gunung. Di sana tiga Murid ini mengalami peristiwa iman yang sangat luar biasa. Mulai dari melihat Musa dan Elia sampai pada mendengar suara Allah sendiri. Peristiwa transfigurasi ini mau menunjukkan kemuliaan Yesus sebagai Putra Allah sendiri dan mau menunjukkan bahwa Allah mahakuasa berkenan kepada Yesus. Yang paling menarik untuk saya renungan ialah reaksi dan tanggapan Petrus sendiri. “Tuhan betapa bahagianya kami berada di sini. Dari Pribadi Petrus terbersit sebuah kebahagian dan kerinduan bahwa peristiwa itu jangan pernah berlalu. Mereka mau tinggal dan mau menikmati kebahagian dan kemuliaan yang terjadi. Petrus tidak sadar bahwa panggilannya untuk mengikut Yesus harus merasakan berbagai situasi bukan hanya situasi bahagia, mulia atau panggilan mengikuti Yesus bukan hanya untuk memperoleh kebahagian saja tetapi juga penderitaan.
Petrus berpikir bahwa mengikuti Yesus berarti siap menerima yang mulia, yang enak, yang muluk. Tanpa pernah berpikir bahwa mengikuti Yesus siap menyangkal diri dan memanggul salib. Sedang dari pihak Yesus, Ia tentu menolak permintaan Petrus karena Yesus tahu dan sadar akan tugas dan perutusan-Nya. Dari gunung itulah permulaan tugas Yesus. Yesus sadar bahwa akan tiba waktunya anak manusia akan dicampakkan, dianiaya, disiksa, didera dan semua perlakuan bejat manusia akan Yesus terima. Yesus tahu bahwa diri-Nya akan menderita, tetapi Dia konsisten dengan tugas-Nya yaitu melakukan kehendak Bapa sampai hayat menjemput dan bukan-Nya bersembunyi dengan tiga murid-Nya di atas Gunung karena begitu nyaman menurut pandangan Petrus.
Banyak dari kita yang berpikir, bahwa peristiwa gunung Tabor adalah peristiwa iman yang mulia, itu pas dan tepat. Tetapi perlu diingat juga bahwa setelah peristiwa itu, Yesus akan menderita. Dia dimuliakan sebagai Anak Allah dan juga Dia akan dicampakkan dalam menjalankan tugas-Nya.
Saya kembali kepada tokoh Petrus yang menginspirasi saya dalam refleksi ini. Petrus terlena dan tertidur dengan zona nyaman kebahagiaan peristiwa mulia gunung Tabor. Permintaan Petrus untuk tetap tinggal karena merasa bahagia. Dia tidak lagi memikirkan hal-hal lain. Dunia Petrus sangat sempit, karena kenyamanan itu dia tidak siap untuk menderita. Contoh sederhananya ialah penyangkalan yang dilakukan Petrus sendiri terhadap Yesus. Bagaimana mungkin Yesus yang pada waktu itu berubah rupa, wajah-Nya seperti matahari, pakaian-Nya putih bersinar, bertemu Musa dan Elia, dimuliakan Allah tetapi kok di tangkap, dianiaya dan di hukum mati? Dari sinilah sumber utama penghianatan Petrus kepada Yesus, dia masih rindu peristiwa mulia gunung Tabor tanpa mengetahui bahwa Yesus menderita sebagai bagian dari perutusan-Nya.
Kita juga sebagai pengikut Kristus dituntut untuk meninggalkan zona nyaman, harus siap menyangkal diri, memanggul salib dan siap menderita bersama Yesus. Kita akan menemukan banyak hal dalam kehidupan kita. Kita akan menjumpai hidup miskin, menderita, sakit penyakit. Ketidakadilan, penghianatan, balas dendam, iri hati dan cemburu. Semua itu adalah ujian bagaimana kita bersikap. Hidup sebagai pengikut Kristus bukan berarti siap menerima kemewahan dan kemuliaan saja.
Masa Prapaskah ialah masa ret-ret agung yang Gereja berikan untuk kita. Dalam masa ini, kita kembali melihat diri kita, hidup kita, terutama iman kita. Apakah kita beriman tunggu saat yang membahagiakan terjadi dalam hidup kita ataukah iman dan kepercayaan kita tetap teguh walaupun situasi hidup kita terpuruk. Mari kita berdoa semoga Tuhan Yesus senantiasa menyertai kita. Amin.
Editor: FN
Tags
HOMILI
Terimakasih diakon
ردحذف