Biodata Penulis
Agust Gunadin (Alumnus STFK Ledalero tahun 2020).
Saat ini sedang menyiapkan ontologi puisi perdana (Aku Hanya Ingin) dan bergiat di komunitas sastra “Salib Merah-Maumere”.
Beberapa puisi pernah dimuat di media massa lokal dan nasional.
Homo Viator
Di Bukhianico akar-akar beringin nan rimbun
menggantung
ada yang peduli kalah wajah memar dan lebam
merindu senyum dalam cabang rimbun
sunyi menjadi saksi
rerintik doa mulai mengawali niat
tubuh yang masih gagap, akhirnya
berlabuh melawat mereka
Kala itu, langit pagi tanpa buru-buru pergi
tak ada yang mengerti
rahasia di balik memberikan pelayanan
hingga tiba hujan rinai waktu
membawa hidup terikat
pada “societas”
Kami pun mengeja puisi
menjadi tempat teduh tuk berlabuh
turun pada jalan yang sama
menghayati fiat
menghibur yang papa
mengingatkan yang mapan
membawa hidup dalam solidaritas
antar sesama
Obituarium
Terjerat juga akhirnya kita.
Menikmati kemerdekaan tanpa intimidasi tuntutan dunia
kemudian,
mari kita berjalan bersama.
Pada lorong hidup yang sudah dibukakan pintu
sebelum ke sana kita perlu
melewati lereng mimpi
hingga pada bukit renung
ke mana jalan terakhir yang kita tempuh?
Tepat.
Di akhir beribu bisik
Kita akan dijemput oleh duka
Yang sifatnya gaib
Namun, mengema dalam kehidupan
manusia
Aku hanya Ingin
Saat kupilih jalan ini
Aku selalu berada dalam papasan
Hati yang sedang terasa gundah
Sedang jiwa ikut bergulana
Sebagai aksi pemulihan kehidupan
Bagi yang biasa berprosa
Belajarlah berimaji
Pada. “aku hanya ingin”
Hari ini lebih baik dari kemarin
Hidup selalu berada pada jalan
Menuju taman firdaus
Di sana kita akan dibekal
Perabadan dipermuliakan
Keadilan, perdamaian dan kebahagiaan
Menjadi rahasia gelisah yang kurindu
1. Hepatia: perempuan pengagum ada
Telah.
Bertahun-tahun aku belajar mengenalmu.
Tapi, aku mulai bertanya, apa gunanya semua itu?
Seandainya, aku mengetahui sedikit tentangmu dan mengapa aku ada
Mungkin saja aku akan bahagia hidup seperti ini
Hepatia: dari cara beradamu
Sesungguhnya, kau sedang belajar arti kehilangan.
Bagimu, memang itu suka namun bagiku itu membawa luka
Kita memang tak sepaham untuk saling meyakinkan
Namun, bukan juga jika aku tak beriman
Kau pergi begitu saja
lalu mengalpakan semua arti salam
yang pernah kita belajar bersama