Nama: Fidelis Satrio Laba
Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Tingkat: I
Sebagian pembaca yang berasal dari daerah Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur mungkin tidak akan asing dengan sebutan bu’e bila yang dijadikan judul narasiku ini. Bu'e bila sendiri memiliki arti "gadis cantik" dan untuk masyarakat setempat istilah ini diungkapkan sebagai kekaguman kepada kecantikan wanita. Pantas saja julukan ini disematkan pada seorang ibu tangguh berusia 65 tahun bernama Maria Ernes Raga, yang tak lain adalah ibuku sendiri.
Ibuku dilahirkan dari kulturasi budaya antara darah Bajawa dari sang ayah dan darah Suku Pacar Manggarai Barat dari sang ibu, membuatnya tumbuh dalam dua budaya yang berbeda. Untuk itulah Ibu Ernes, begitulah panggilan akrabnya, sering dijuluki bu’e bila atau gadis cantik oleh anggota keluarga kami yang lain karena selain parasnya yang memang cantik juga memiliki sifat dan kepribadian yang “cantik” pula. Selain itu julukan bu’e bila itu menandakan bahwa beliau memiliki darah percampuran Bajawa – Manggarai.
Wanita kelahiran 24 Juni 1957 di Desa Pacar, Manggarai Barat ini adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Dibesarkan di keluarga yang sederhana dengan ayah yang berprofesi sebagai guru dan ibu yang seorang ibu rumah tangga kala itu membentuk ibuku menjadi seorang pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Sebagai kakak tertua kedua dalam keluarga sudah menjadi kewajibannya untuk menjaga dan merawat adik – adiknya yang lain. Ibu Ernes dikenal pula sebagai sosok yang rajin dalam keluarga, namun beliau sendiri mengakui ia tidak serajin kakak sulungnya. Namun semangat belajar dan bersekolah tidak pernah padam dalam diri beliau.
Hingga setelah tamat SMA, ibuku berniat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Beliau menyadari pula keadaan ayah dan ibunya saat itu yang bisa dikatakan tidak cukup mampu membiayai sekolah di perguruan tinggi. Memang kakekku, ayah dari ibuku dulu adalah seorang guru, namun penghasilan dari pengajar pada waktu itu tentu saja jauh berbeda dengan guru sekarang di mana gaji diperkirakan hanya cukup membiayai kehidupan sehari – hari saja. Namun ketika kakek dan nenekku berhasil diyakinkan bahwa Ibuku memiliki niat yang penuh untuk bersekolah akhirnya mereka berdua pun mengiyakan keinginannya.
Kota Kupang dipilih Ibuku untuk melanjutkan pendidikan tingginya demi cita – citanya yang mulia yakni menjadi seorang guru. Menjalani kehidupan yang benar – benar sendiri itu tidaklah mudah, apalagi jauh dari orang tua dan semua harus dilakukan sendiri di tanah orang pula . Bahkan beliau sempat berkisah zaman itu ketika orang tua mengirimkan uang maka Ibuku harus menunggu paling cepat 2 atau 3 minggu karena dahulu belum difasilitasi oleh kecanggihan teknologi layaknya sekarang. Kadang tersirat juga dalam pikiranku sendiri apa jadinya jika aku hidup pada zaman itu saat teknologi tidak secanggih sekarang, di mana kita harus menunggu kiriman uang dari orang tua selama sebulan . Untuk membayangkannya saja sudah agak seram. Untuk itulah aku pun belajar bahwa apa yang aku terima saat ini harus aku syukuri dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Singkat cerita , berkat ketekunan dan pantang menyerah dari Ibuku, beliau akhirnya menyelesaikan pendidikan tingginya dan kemudian menjadi seorang guru di salah satu sekolah swasta di Kota Ruteng, Manggarai. Setelah mengajar selama 33 tahun dari tahun 1984 sampai 2017 di sekolah tersebut akhirnya beliau pun pensiun dari profesinya seorang guru.
Tentu waktu 33 tahun mengabdi bukanlah waktu yang singkat. Fakta tersebut telah membuktikan bahwa Ibuku sangat mencintai pekerjaannya dan sudah menyadari panggilannya sedari dulu untuk menjadi seorang guru yang memiliki tugas yang mulia dalam mendidik dan mengajar agar kelak menjadi pribadi yang berguna. Aku berharap bisa menjadi guru seperti beliau yang mencintai pekerjaannya jika suatu saat nanti aku menjadi seorang pendidik juga. Kadang terlintas dalam pikiran ini bahwa mungkin aku sendiri terinspirasi oleh kisah Ibuku sendiri sehingga aku berniat menjadi guru, untuk itulah aku sekarang berkuliah di jurusan pendidikan. Menurutku pribadi nilai – nilai kehidupan seperti pelayanan dan mendidik layaknya seorang guru telah diwariskan ibuku kepada kami semua sedari kecil dan mungkin dengan alasan itulah aku ingin menjadi seperti beliau kelak.
Bagiku, ibuku adalah sosok pahlawan dalam kehidupan nyata. Beliau ialah seorang sosok yang tangguh yang telah merawat, menjaga, membesarkan serta mendidik anak – anaknya hingga menjadikan kami seperti sekarang. Aku sangat bersyukur dikaruniai seorang ibu yang pantang menyerah dan sempurna seperti ibuku , seperti mama. Terbukti dimulai dari kisah hidupnya yang yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi walaupun dengan keadaan ekonomi yang terbatas. Hingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan kedua kakek dan nenekku hingga kemudian menjadi guru sampai sekarang dan tak terasa sudah berstatus seorang pensiunan.
Bahkan ketika dalam perjalanannya saat ayah kami pergi meninggalkan kami untuk selamanya 7 tahun yang lalu membuat beliau otomatis menjadi kepala keluarga. Pada saat itu aku sedang berada di bangku sekolah menengah dan kakak keduaku sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Untuk itu ibu pun harus mengatur perencanaan sebaik mungkin untuk membagi setiap pengeluaran sehari – hari dengan biaya sekolah kami yang tentunya tidak sedikit. Namun akhirnya Ibuku bisa melewatinya hingga dapat menghantarkan kami semua pada jalan kami masing – masing sekarang.
Untuk itu aku sangat bersyukur sekaligus bangga menjadi anak dari Bu’e Bila Manggarai, Ibu Ernes Raga, ibuku tercinta. Banyak yang aku bisa teladani dari beliau terutama soal sikap pantang menyerah dan tak mudah putus asa. Terima kasih banyak Tuhan telah menganugerahkan ibu yang begitu sempurna untukku. Tidak ada kata yang lebih indah lagi selain ucapan terima kasih kepadamu Ibu dan aku berjanji akan selalu membuatmu bangga di setiap usaha dan kerja kerasku.