Opini Aldi Jemadut
Berpikir terus menerus dengan menenteng warga negara, khususnya orang muda untuk menemukan kebenaran dalam pendapat mereka sendiri. Berpikir sebagai kekuatan utama kemampuan yang dapat membebaskan manusia dari kekekangan dan membuat manusia mampu mengakses berbagai sikap yang bernilai positif terhadap yang lain.
Tindakan menghalau sikap kompromistis ini tentu bertentangan dengan permasalahan atau persoalan kejahatan korupsi. Permasalah atau persoalan korupsi tersebut, pelaku korupsi tidak menerima pendapat dari pihak lain, terkecuali sesama orang atau kelompok yang sama-sama melakukan korupsi. Hal ini tentu melibatkan perdebatan sampai di meja hijau atau pengadilan yang berujung penuntut alat bukti dari pelanggaran tersebut. Hal ini memberikan kesan bahwa apa yang kita sebut moralitas mengandung semata-mata 'kebiasaan' dan tidak lebih dari satu kumpulan kebiasaan, prilaku yang dapat diubah.
Sebagaimana dikatakan bahwa, tindakan korupsi di Indonesia sudah bersifat menjalar pada setiap bidang kehidupan dan berakar dalam hidup keseharian manusia, terutama dalam sistem birokrasi. Orang-orang yang ada dalam birokrasi, misalnya terlibat dalam korupsi, karena ketidakmampuan mereka untuk: mengambil jarak dari hal-hal yang bersifat sistemik tersebut, untuk menjadikan diri mereka beda dari orang lain, untuk menanggung konsekuensi-konsekuensi negatif seperti pemindahan atau bahkan tidak diberikan pekerjaan karena pemikiran kritis mereka.
Jelas bahwa hanya dengan berpikir orang bertampil beda dan menjadi pembaharuan bagi suatu sistem yang korup. Orang harus mampu berpikir kritis, guna untuk menciptakan nilai-nilai yang positif dan membangun serta mampu mengupayakan merampas berbagai kejahatan korupsi.
Editor || Redaksi
Tags
opini